Laki-laki muda, sehat, dan sering bermain video games bertema kekerasan  dalam waktu lama akan mengalami perubahan aktivitas otak yang  berkorelasi dengan perilaku agresif. Hasil sebuah penelitian awal  menunjukkan hal tersebut.
Para penggila video games bertema kekerasan tampaknya bukan cuma  terpukau oleh aksi adu jotos jagoan virtual mereka. Ternyata, mereka  juga terpengaruh oleh aksi agresif itu sehingga mental mereka ikut  terpengaruh.
Berbagai riset telah menyebutkan kaitan kuat antara paparan video games  tentang kekerasan dan perilaku agresif pada anak-anak. Namun, sejumlah  studi menyimpulkan tidak ada kaitan.
Sebuah studi terbaru mencoba membandingkan aktivitas otak antara  kelompok 14 pria berusia 25 tahun yang main video games lima jam sehari  selama dua tahun dan kelompok 14 pria berusia sama yang tidak pernah  main video games bertema kekerasan.
Semua responden diminta mengisi kuosioner mengenai perilaku agresif dan  menyerang. Mereka juga menjalani pemeriksaan MRI otak ketika mereka  sedang rileks dan mata terpejam.
Hasil penelitian menunjukkan, pria dari kelompok pecandu video games  memiliki skor tertinggi untuk daftar pertanyaan tentang perilaku  agresif. Dalam otak mereka juga terjadi peningkatkan aktivitas,  khususnya di bagian sirkuit otak yang bersifat sangat aktif ketika  mayoritas bagian otak lain beristirahat. Hal ini menunjukkan penurunan  aktivitas kognitif saat berada dalam kondisi istirahat.
Otak merupakan pusat pengaturan perilaku, terdiri dari banyak sirkuit,  dan melibatkan beberapa area yang terbentuk dari proses belajar.  Perubahan perilaku akibat pengaruh dari luar ini terjadi secara  bertahap.
"Perubahan perilaku agresif jangan diartikan seseorang akan jadi  beringas dan seenaknya menembak orang lain. Maksudnya adalah  keterampilan mental kita akan berkurang. Efek dari video games ini sama  seperti kalau kita terlalu banyak menonton televisi," kata Donald Hilty,  MD, ahli psikiatri dari University of California
 
 
 
 
 
 
 
 
